Wednesday, March 17, 2010

BUMD ( Badan Usaha Milik Daerah )

BUMDJustify Full
( Badan Usaha Milik Daerah )

Badan usaha milik negara yang dikelola oleh pemerintah daerah disebut badan usaha milik daerah (BUMD). Perusahaan daerah adalah perusahaan yang didirikan oleh pemerintah daerah yang modalnya sebagian besar / seluruhnya adalah milik pemerintah daerah. Tujuan pendirian perusahaan daerah untuk pengembangan dan pembangunan potensi ekonomi di daerah yang bersangkutan. Contoh perusahaan daerah antara lain: perusahaan air minum (PDAM) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD). Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD ) memiliki kedudukan sangat panting dan strategis dalam menunjang pelaksanaan otonomi. Oleh karena itu, BUMD perlu dioptimalkan pengelolaannya agar benar-benar menjadi kekuatan ekonomi yang handal sehingga dapat berperan aktif, baik dalam menjalankan fungsi dan tugasnya maupun sebagai kekuatan perekonomian daerah. Laba dari BUMD diharapkan memberikan kontribusi yang besar terhadap Pendapatan Asli Daerah. Otonomi daerah memberikan konsekuensi yang cukup besar bagi peran Badan Usaha Milik Daerah ( BUMD ) dalam menopang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sesungguhnya usaha dan kegiatan ekonomi daerah yang bersumber dari BUMD telah berjalan sejak lama sebelum UU tentang otonomi daerah disahkan. Untuk mencapai sasaran tujuan BUMD sebagai salah satu sarana PAD, perlu adanya upaya optimalisasi BUMD yaitu dengan adanya peningkatan profesionalisasi baik dart segi manajemen. sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana yang memadai sehingga memi l iki kedudukan yang sej aj ar dengan kekuatan sektor perekonomian lainnya. Dasar hukum pembentukan BUMD adalah berdasarkan UU No 5 tahun 1962 tetang perusahaan daerah. UU ini kemudian diperkuat oleh UU No 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah (Nota Keuangan RAPBN, 1997/1998).
Ciri-ciri BUMD adalah sebagai berikut:
· Pemerintah memegang hak atas segala kekayaan dan usaha
· Pemerintah berkedudukan sebagai pemegang saham dalam pemodalan perusahaan
· Pemerintah memiliki wewenang dan kekuasaan dalam menetapkan kebijakan perusahaan
· Pengawasan dilakukan alat pelengkap negara yang berwenang
· Melayani kepentingan umum, selain mencari keuntungan
· Sebagai stabillisator perekonomian dalam rangka menyejahterakan rakyat
· Sebagai sumber pemasukan negara
· Seluruh atau sebagian besar modalnya milik negara
· Modalnya dapat berupa saham atau obligasi bagi perusahaan yang go public
· Dapat menghimpun dana dari pihak lain, baik berupa bank maupun nonbank
· Direksi bertanggung jawab penuh atas BUMN, dan mewakili BUMN di pengadilan
Tujuan Pendirian BUMD:
· Memberikan sumbangsih pada perekonomian nasional dan penerimaan kas negara
· Mengejar dan mencari keuntungan
· Pemenuhan hajat hidup orang banyak
· Perintis kegiatan-kegiatan usaha
· Memberikan bantuan dan perlindungan pada usaha kecil dan lemah
· melaksanakan pembangunan daerah melalui pelayanan jasa kepada masyarakat
· penyelenggara kemanfaatan umum, dan peningkatan penghasilan pemerintah daerah
Berdasarkan kategori sasarannya secara lebih detail, BUMD dibedakan menjadi dua yaitu sebagai perusahaan daerah untuk melayani kepentingan umum yang bergerak di bidang jasa dan bidang usaha. Tetapi, jelas dari kedua sasaran tersebut tujuan pendirian BUMD adalah untuk meningkatkan PAD.
Peran BUMD yang diharapkan cukup besar untuk menopang PAD ini dalam kenyataannya jauh dari harapan. Peran dan kontribusi laba BUMD dalam penerimaan PAD di daerah baik tingkat satu maupun tingkat dua masih sangat kecil. Komposisi PAD rata-rata di seluruh Provinsi di Indonesia adalah 81,60 persen dari pajak daerah 9,64 persen dari retribusi daerah, 6,43 persen dari PAD lain-lain, dan hanya 2,33 persen berasal dari laba BUMD. Peran dan kontribusi laba BUMD untuk menopang PAD di seluruh provinsi di Indonesia yang terbesar adalah Sulawesi Tenggara (14,14%), kemudian menyusul berturut-turut Kalimantan Selatan (8,43%), Sulawesi Utara (5,15%), Bengkulu (4,93%), NTB (4,25%), dan seterusnya hingga yang terkecil Jawa Timur (0,07%) (data Nota Keuangan RAPBN tahun Anggaran 1999/2000). Melihat kinerja BUMD di Jawa Timur (Jatim) yang menempati tempat paling buncit dari komposisi laba BUMD untuk menopang PAD sungguh sangat menyedihkan. Dari 11 BUMD yang ada di Jatim hanya ada satu BUMD yang tergolong sangat sehat yaitu Bank Jatim. Laba BUMD yang disetor dalam PAD tahun 2007 (Rp 89 miliar) sedangkan tahun 2008 (Rp 239,3 miliar). Jumlah tersebut memberikan kontribusi 85 persen dari jumlah total laba 11 BUMD dalam PAD. Sedangkan kinerja terparah BUMD di Jatim disumbangkan oleh PT Jatim Investmant management (PT JIM). Tahun 2008, PT JIM tercatat menderita rugi bersih Rp 30 miliar. Pada tahun 2007 sumbangan PAD juga nol besar. Padahal, perusahan yang berkantor di Jalan Tunjungan ini telah menghabiskan APBD Jatim hingga Rp 40,3 miliar. Perlu juga dicatat bahwa selama tiga tahun terakhir (2007-2009), Pemprov Jatim telah mengucurkan modal awal untuk 11 BUMD sebesar Rp 715 miliar dari kewajiban setor modal sebesar Rp 2,2 triliun. Sedangkan untuk tahun APBD 2010, anggaran modal untuk BUMD dialokasikaan di kisaran Rp 86 milliar. Sebagai analogi uang sebesar Rp 715 miliar apabila dimasukkan dalam SBI dengan suku bunga 10 persen pertahun maka Pemprov Jatim sudah mendapatkan imbal hasil Rp 214.5 miliar.

Pemberdayaan BUMD dalam Peningkatan Ekonomi Daerah
BUMD menurut Ginandjar Kartasasmita (1996) adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Ini berarti bahwa memberdayakan itu adalah memampukan dan memandirikan masyarakat beserta kelembagaannya, disini termasuk badan usaha milik daerah. Khusus dalam hal BUMD, upaya memberdayakan itu haruslah pertama-tama dimulai dengan menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensinya untuk berkembang. Ini dengan landasan pertimbangan bahwa setiap masyarakat dan kelembagaannya, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Maka dengan pemberdayaan itu pertama-tama merupakan upaya untuk membangun daya dengan mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi (dan daya) yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. Selanjutnya, yang kedua, adalah memperkuat potensi atau daya yang dimiliki tersebut, dimana untuk ini diperlukan langkah-langkah yang lebih positif dan nyata, penyediaan berbagai input yang diperlukan, serta pembukaan akses kepada berbagai peluang sehingga semakin berdaya memanfaatkan peluang. Akhirnya, yang ketiga, dimana memberdayakan berarti pula melindungi, sehingga dalam proses pemberdayaan haruslah dicegah agar jangan pihak yang lemah menjadi bertambah lemah, tapi dapat hidup dengan daya saing yang memadai. Dalam kaitan dengan perbaikan kinerja BUMD sebagai Laporan Hasil Studi Analisa Kinerja BUMD Non PDAM, Biro Analisa Keuangan dan Moneter, Depkeu, dikemukakan berbagai langkah dan tindakan yang dapat dilakukan dalam memperbaiki kinerja usaha BUMD, dengan tindakan-tindakan yang sifatnya strategis yang dapat dikelompokkan dalam tiga bagian strategi, yaitu strategi pengusahaan, strategi penumbuhan dan strategi penyehatan perusahaan yang dapat diringkaskan sebagai berikut:
Strategi Pengusahaan Perusahaan
yang dapat dilakukan dengan langkah atau tindakan memperbaiki kinerja perusahaan, diantaranya dengan
Mengatasi kelemahan internal yang diantaranya melalui penetapan kembali core
business, likuidasi unit bisnis yang selalu rugi, dan memperbaiki sistem manajemen
organisasi
Memaksimumkan kekuatan internal, yang antara lain dengan cara mengkonsentrasikan bisnis pada usaha yang berprospek tinggi, memperluas pasar dengan mempertahankan dan mencari pelanggan baru, serta mencari teknik produksi baru yang dapat meningkatkan efisiensi usaha
Mengatasi ancaman eksternal, yang diantaranya dengan cara memperbaiki mutu produk dan jasa, meningkatkan kualitas SDM serta meningkatkan kreativitas dan keaktifan tenaga pemasaran dalam mencari terobosan baru
Memaksimumkan peluang eksternal, yang antara lain melalui upaya kerjasama yang saling menguntungkan dengan perusahaan sejenis atau yang dalam keterkaitan. Dan kerjasama ini dapat dilakukan dalam bentuk joint venture, BOT, BOO atau bentuk kerjasama lainnya.
Strategi Penumbuhan Perusahaan
adalah bertujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan perusahaan sesuai dengan ukuran besaran yang disepakati untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan. BUMD dikatakan tumbuh jika perusahaan daerah itu berhasil meningkatkan antara lain, volume penjualan, pangsa pasar, besarnya laba dan aset perusahaan. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan agar perusahaan terus tumbuh berkembang diantaranya adalah mengkonsentrasikan bisnis pada produk yang representatif, melakukan perluasan pasar, pengembangan produk baru, dan integrasi horizontal dan/atau vertikal.
Strategi Penyehatan Perusahaan
yaitu yang dilakukan melalui pendekatan strategik dan pendekatan operasional. Dalam pendekatan strategik, misalnya, jika terjadi kesalahan strategis seperti ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan konsumen sesuai dengan misinya, maka perlu dilakukan penilaian menyeluruh terhadap bisnis yang dilakukan untuk perubahan dan penyempurnaannya. Sedangkan dengan pendekatan operasional ditujukan untuk melakukan perubahan operasi perusahaan tanpa merubah strategi bisnis. Dalam hubungan ini langkah-langakah yang biasa diambil oleh perusahaan dalam rangka penyehatan operasi diantaranya adalah:
Meningkatkan penghasilan yang diperoleh dengan berbagai teknik bisnis, misalnya
pemotongan harga, peningkatan promosi, penambahan dan perbaikan pelayanan
konsumen, memperbaiki saluran distribusi dan memperbaiki kualitas produk
(b) Melaksanakan pemotongan biaya (penghematan). Biaya-biaya yang tidak memiliki keterkaitan langsung dengan kegiatan operasional pokok perusahaan yang segera membentuk penghasilan, biasanya menjadi pilihan pertama untuk diturunkan, seperti misalnya biaya-biaya administrasi, penelitian dan pengembangan, dan pemasaran.
Demikianlah pokok-pokok pikiran dari Biro Analisa Keuangan dan Moneter, Depkeu tentang upaya perbaikan kinerja, yang berarti pula upaya pemberdayaan, dari BUMD di Daerah-daerah untuk masa mendatang. Pada dasarnya penulis sepakat dengan berbagai upaya, dan langkah dalam rangka pemberdayaan yang dikemukakan tersebut di atas. Namun demikian, disamping untuk usaha-usaha BUMD yang telah berjalan dengan kinerja yang masih rendah dan terbatas di masa lalu tersebut, juga perlu pemikiran lebih lanjut terhadap usaha-usaha BUMD yang akan didirikan dan dibangun pada masa mendatang dalam rangka lebih memberdayakannya untuk menunjang keuangan Daerah dan perekonomian Daerah pada umumnya. Dalam hubungan ini untuk pendirian BUMD baru dan pengembangan lebih lanjut BUMD yang telah jalan perlu dilakukan antara lain:
studi kelayakan usaha yang dilakukan secara teliti betul yang dapat disimpulkan untuk
menghasilkan produk barang dan jasa yang feasible dan berprospek (sangat) menguntungkan
peningkatan kerjasama dengan usaha yang sejenis atau yang bersifat keterkaiatan dalam rangka peningkatan daya saing
penerapan kelembagaan dan organisasi usaha dengan tenaga terdidik dan terlatih yang dijiwai semangat kewirausahaan
pengembangan dan penerapan fungsi-fungsi manajemen dalam organisasi perusahaan daerah seperti yang dalam usaha korperasi swasta yang dalam operasionalnya dilakukan dengan tertib, terbuka dan terpadu
pemberian kewenangan yang lebih luas kepada BUMD dari pimpinan daerah sehingga direksinya dapat lebih “leluasa” dalam melaksanakan kepemimpinan dan operasionalisasi perusahaannya.
Sebagaimana yang dikemukakan di atas bahwa yang menjadi dasar pendirian BUMD adalah UU No. 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah. Dalam hal ini, berbagai fungsi dan peranan yang “dibebankan” kepada dan dilaksanakan oleh BUMD tersebut (BPS, 1997), utamanya adalah:
melaksanakan kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan daerah
pemupukan dana bagi pembiayaan pembangunan daerah
(c) mendorong peran serta masyarakat dalam bidang usaha
(d) memenuhi kebutuhan barang dan jasa bagi kepentingan publik
(e) menjadi perintis kegiatan dan usaha yang kurang diminati swasta.
Mengingat dipandang cukup pentingnya peran BUMD khususnya sebagai salah satu sumber PAD di Daerah, maka tentu saja BUMD dituntut agar lebih profesional dan lebih efisien dalam melaksanakan usahanya. Kebijakan dan upaya ke arah itu telah banyak dilakukan, namum karena berbagai kendala, ternyata BUMD pada umumnya, khususnya di luar PDAM dan BPD menunjukkan hasil yang belum menggembirakan. Hal ini tampak, antara lain, relatif masih kecilnya peran dan kontribusi laba BUMD dalam penerimaan PAD di daerah, baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.
Permasalahan dan Kendala Badan Usaha Milik Daerah dalam Pembinaan dan Pengembangannya
Relatif masih kecilnya penerimaan Bagian laba perusahaan daerah sebagai salah satu sumber PAD daerah, kecuali pada daerah tertentu seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa engah, Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Sumatera Utara, adalah bahwa kebanyakan usahanya relatif berskala menengah dan kecil, di samping banyak pula diantaranya yang belum diselenggarakan berdasarkan asas ekonomi perusahaan, namun relatif lebih banyak didasarkan atas pertimbangan pelayanan publik. Tambahan pula menurut UU No. 5 Tahun 1962 yang mendasarinya, terdapat rincian yang menetapkan bahwa penggunaan laba bersih perusahaan, setelah terlebih dulu dikurangi penyusutan, ditetapkan sebagai berikut (Kunarjo, 1993):
(1) Perusahaan Daerah yang memiliki modal seluruhnya terdiri dari kekayaan daerah
yang dipisahkan adalah:
(a) untuk dana pembangunan daerah 30%
(b) untuk anggaran Perencaan Pembangunan belanja daerah 25%
(c) untuk cadangan umum, sosial dan pendidikan, jasa produksi, sumbangan dana pensiun dan sokongan sejumlah 45%.
(2) Perusahaan daerah yang sebagian modalnya terdiri dari kekayaan daerah yang dipisahkan
setelah dikeluarkan zakat yang dipandang perlu adalah:
(a) untuk dana pembangunan daerah 8%
(b) untuk anggaran belanja daerah 7%
(c) selebihnya (85%) untuk pemegang saham dan untuk cadangan umum.
Dengan demikian Bagian laba perusahaan daerah yang jumlahnya relatif kecil di berbagai daerah menjadi semakin kecil lagi dengan penetapan bagian daerah dalam penggunaan keuntungan bersihnya yang diperuntukkan bagi penerimaan daerah yang relatif kecil pula. Bahkan adakalanya pula pada daerah tertentu dan tahun-tahun anggaran tertentu praktis Bagian laba perusahaan daerah itu “tidak terealisir” karena daerah sendiri terpaksa menambah permodalan (atau investasi) pada BUMD yang bersangkutan yangjumlahnya sama atau bahkan melebihi Bagian laba perusahaan daerah yang seharusnya disetorkan dalam mendukung APBD daerah yang bersangkutan Dari laporan hasil studi Biro Analisa Keungan Daerah Depkeu tentang Analisis Kinerja BUMN Non PDAM (1997) dikemukakan bahwa berbagai permasalahan yang dihadapi BUMD dalam perjalanan hidupnya dapat disimpulkan sebagai berikut:
(1) lemahnya kemampuan manajemen perusahaan
(2) lemahnya kemampuan modal usaha
(3) kondisi mesin dan peralatan yang sudah tua atau ketinggalan dibandingkan usaha
lain yang sejenis
(4) lemahnya kemampuan pelayanan dan pemasaran sehingga sulit bersaing
(5) kurang adanya koordinasi antar BUMD khususnya dalam kaitannya dengan industry
hulu maupun hilir
(6) kurangnya perhatian dan kemampuan atas pemeliharaan aset yang dimiliki,
sehingga rendahnya produktivitas, serta mutu dan ketepatan hasil produksi
(7) besarnya beban administrasi, akibat relatif besarnya jumlah pegawai dengan kualitas
yang rendah
(8) masih dipertahankannya BUMD yang merugi, dengan alasan menghindarkan PHK
dan “kewajiban” pemberian pelayanan umum bagi masyarakat.
Selain dari pada itu, dari berbagai pengamatan dan keluhan yang seringkali disampaikan oleh pihak internal maupun eksternal dari perusahaan daerah sendiri adalah adanya berbagai kendala lain dalam pembinaan dan pengembangan usaha BUMD tersebut. Diantaranya dirasakan adanya campur tangan pemerintah daerah yang cukup besar atas jalannya organisasi BUMD serta adanya keterbatasan kewenangan tertentu dalam operasionalisasi perusahaan. Selanjutnya seringkali pula dalam penempatan direksi tidak terlepas dari pertimbangan KKN atau kedekatan para calonnya dengan pimpinan daerah. Dalam hubungan ini banyak pula penempatan direksi dan bahkan tenaga kerja yang kurang didasarkan pada pertimbangan profesionalisme, keahlian dan keterampilaan, bahkan adakalanya penempatan di perusahaan daerah itu sebagai “tempat buangan” bagi pejabat tertentu yang tergeser kedudukannya.

Faktor Penyebab Buruk Performance BUMD
Kinerja BUMD yang buruk ini disebabkan oleh banyak faktor. Baik dari dalam dan dari luar BUMD itu sendiri. Kita sudah sering mendengar bahwa BUMD ini dikelola oleh orang-orang yang tidak cukup cakap. Banyak terjadi penempatan direksi dan bahkan tenaga kerja yang kurang didasarkan pada pertimbangan profesionalisme, skill, dan kompetensi. Bahkan, beberapa penempatan di BUMD sebagai "tempat buangan" bagi pejabat yang tergeser kedudukannya. Ketimpangan kompetensi ini mengakibatkan lemahnya kemampuan manajemen perusahaan serta lemahnya kemampuan pelayanan dan pemasaran sehingga sulit bersaing dengan perusahaan yang dikelola swasta murni. Jumlah pegawai yang tidak berkualitas ini cukup memberikan beban fixed operation head yang besar bagi neraca keuangan perusahaan. Kurang adanya spesialisasi dan konsentrasi utama dalam bidang usaha perusahaan daerah juga menyebabkan efesiensi yang rendah dan beban biaya operasional yang ditanggung menjadi relatif lebih besar. Faktor internal lainnya adalah kurangnya perhatian dan kemampuan atas pemeliharaan aset yang dimiliki yang berakibat rendahnya produktivitas, mutu, serta ketepatan produksi. Management asset yang acak adut dan neraca keuangan yang selalu negatif mengakibatkan ketidakmampuan BUMD untuk menambah belanja modal (pemberian alat baru, preventif, dan prediktif maintenance, dan lain-lain). Hal ini mengakibatkan rata-rata kondisi mesin dan peralatan sudah tua serta ketinggalan zaman dibandingkan usaha sejenis lainnya. Faktor eksternal yang berpengaruh cukup besar adalah kurangnya koordinasi antar BUMD dalam kaitannya dengan industri hulu dan hilir (Analisa Depkeu 1997).
Strategi Penyehatan BUMD
Untuk memperbaiki kinerja BUMD ada beberapa langkah yang bisa dilakukan sebagai solusi praktis yaitu: Pertama, menempatkan orang-orang yang profesional yang memiliki skill dan kompetensi sesuai bidang usaha BUMD yang digarap. Selain itu peningkatan kompetensi dan profesionalisme direksi beserta stafnya dalam menjalankan perusahaan sebagai usaha komersial murni yang mengutamakan pertimbangan efesiensi dan pencapaian laba usaha yang memadai. Direksi dan staff yang ditempatkan di BUMD haruslah orang-orang yang mempunyai jiwa dan semangat wiraswasta/ entrepeneurship dalam menjalankan operasional usaha. Kedua, pemberian wewenang dan pendelegasian kebijakan yang lebih besar dan luas oleh pimpinan daerah kepada BUMD dalam operasionalnya. BUMD tidak boleh dijadikan sapi perah atau kereta politik bagi kepentingan birokrat maupun partai politik. Tujuan semata-mata adalah tetap profit oriented untuk menambah PAD. Ketiga, mengatasi kelemahan internal dengan penetapan kembali core bisnis, likuidasi unit usaha yang selalu merugi. Memperbaiki sistem manajemen dengan cara memperluas pangsa pasar dengan mempertahankan pasar lama dan mencari pasar baru, mengadopsi teknik produksi baru yang lebih efesien dan efektif. Dan, yang terakhir memperbaiki koordinasi antar BUMD dalam industri hulu dan hilir. Memaksimumkan peluang eksternal berupa upaya kerja sama yang saling menguntungkan dengan perusahaan sejenis atau yang ada keterkaitan. Bentuk kerja sama bisa berupa joint venture atau bentuk kerja sama lainnya.
Tinjauan Peraturan Perundang-Undangan Tentang BUMD
UU No. 5 Tahun 1962 sudah tidak relevan dan kurang mampu mengakomodasi penyelenggaraan BUMD dan justru membuka celah salah kelola dan penyimpangan
Ketentuan UU No. 5 Tahun 1962 yang perlu direvisi:
• Dasar dan tatacara pendirian BUMD
• Bentuk BUMD yang memaksimalkan profit dan yang memaksimalkan pelayanan publik
• Kerjasama dengan pihak ketiga
• Mekanisme kepemilikan dan pengambilan keputusan BUMD
• Pengangkatan dan kewenangan direksi
• Perencanaan jangka panjang dan pendek perusahaan
• Pertanggungjawaban dan pengawasan BUMD
• Kepegawaian
• Kebijakan manajemen peningkatan kinerja BUMD: restrukturisasi dll.















Kesimpulan dan Penutup
Berdasarkan uraian yang didasarkan hasil studi serta berbagai data dan informasi yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan antara lain hal-hal sebagai berikut:

BUMD belum mampu memberikan kontribusi ke PAD pada sejumlah daerah karena merugi atau daerah tidak memiliki BUMD
2. Peranan BUMD bagi Pemerintah Daerah tingkat Provinsi masih kecil. Provinsi masih bertumpu pada pajak daerah dan retribusi
Perkembangan banyaknya jumlah perusahaan BUMD telah cukup meningkat sejak awal Pelita I (122 buah menurut Biro Analisa Keuangan Daerah, 1997) telah mencapai 613 buah pada tahun 1995 (BPS, 1997), namun tahun-tahun belakangan ini cenderung agak menurun, yaitu 611 buah (1996) dan 607 buah (1997).
Pertambahan kuantitas itu ternyata kurang disertai dengan peningkatan kinerja BUMD secara umum dan secara keseluruhannya. Hal ini diantaranya tercermin dari masih banyaknya permasalahan dan hambatan yang dihadapi oleh BUMD, rendahnya kontribusi laba BUMD terhadap keuangan (PAD) Pemerintah Daerah, serta relatif buruknya kondisi keuangan BUMD pada umumnya, dan berbagai kelemahan lainnya. Dalam hubungan ini dapat ditambahkan bahwa pada tahun 1997 dari jumlah BUMD yang ada yang berlaba hanya 276 buah (45,5%) dan yang merugi sebanyak 331 buah (54,5%).
Kurang adanya spesialisasi dan konsentrasi utama dalam bidang usaha BUMD menyebabkan efisiensi yang rendah dan beban biaya operasional yang harus ditanggung menjadi relatif lebih besar. Sehingga disamping penghasilannya relative rendah, maka dengan beban utang dan biaya operasional yang tinggi berakibat laba usaha relatif rendah atau bahkan mengalami kerugian.
Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas dalam rangka peningkatan kinerja BUMD serta pembinaan dan pengembangannya pada masa mendatang, baik yang lama maupun yang baru, perlu dilakukan berbagai kebijakan dan upaya pemberdayaanya yang tercakup dalam strategi-strategi pengusahaan, penumbuhan dan penyehatan perusahaan. Sebagai penutup dapat ditambahkan bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi serta peningkatan peranan dan pemberdayaan BUMD dalam pembangunan ekonomi regional dan nasional perlu diambil kebijakan dan langkah-langkah yang berikut :
Pemberian wewenang dan pendelegasian kebijakan yang lebih besar dan luas oleh pimpinan daerah kepada BUMN dalam operasionalnya. Di samping perlu pengurangan campur tangan Pemda dalam berbagai hal dalam menjalankan usaha BUMD tersebut.
Penumbuhan dan pengembangan BUMD perlu dibina dan dilaksanakan, khususnya yang bermotifkan laba usaha untuk meningkatkan penerimaan Bagian laba perusahaan daerah bagi PAD, melalui peningkatan keahlian dan profesionalisme direksi beserta stafnya dalam menjalankan perusahaan sebagai usaha komersial murni yang mengutamakan pertimbangan efisiensi, dan pencapaian laba usaha yang memadai. Hendaklah ditanamkan dan dikembangkan jiwa dan semangat wirausaha (entrepreneurship) pada direksi beserta staf BUMD dalam melaksanakan operasionalisasi usahanya.
Namun demikian, pertimbangan perlindungan lingkungan perlu pula diperhatikan dan diterapkan. Dalam hal ini, upaya peningkatan daya saing BUMD jangan sampai mematikan usaha-usaha perekonomian rakyat yang berskala kecil dan menengah. Demikian pula antar BUMD itu dalam bersaingan jangan sampai memukul dan mematikan satu sama lain, tetapi perlu dilakukan upaya perlindungan oleh Pemda agar dapat terhindar sehingga usaha BUMD dan usaha yang lemah dapat saling bekerja sama, serta saling mendukung dan memperkuat dalam keterkaitan satu sama lainnya.

Daftar पुस्तक

Abdullah, Rozali, Pelaksanaan Otonomi Luas dan Isu Federalisme Sebagai Suatu Alternatif, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000.
Andrews, Colin Mac & Ichlasul Amal (eds.), Hubungan Pusat Daerah Dalam Pembangunan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993.
Anwar, M. Arsyad, et.al.(eds), Prospek Ekonomi Indonesia dan Sumber Pembiayaan Pembangunan. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992.
http://ensiklopedi.mitrasites.com/arti-bumd.html